Jangan lupa untuk selalu mensyukuri kehidupan dimulai dari hal-hal sekecil apapun, seperti bersyukur bisa bernafas, bisa mengedipkan mata, dan lain-lain. Salah satu ciri orang yang hebat adalah orang yang mampu senantiasa bersyukur. Niscaya Yang Maha Kuasa akan menambah nikmat kehidupan ini. Rutinkan atau istiqomah setiap saat bersyukur, caranya bisa dengan berdzikir. Semangaaat!!! Yes you can, Kamu hebat!
😇
🔸self reminder🔹
Something in This World :)
Assalamu'alaikum Wr.Wb. Hello Hi Hi, you can call me Tata. I am a girl and I was born on 27th March 1999. Hope you enjoy my page. Have a Nice Day..... Btw, semua yang ada disini adalah tentang tulisanku yang aneh tapi sebenarnya berharga, nyata, dan unik bagiku:) Don't forget to include this source or myBlog when you copy-paste!!! Thanks for visiting my Blogspot! Semoga bermanfaat, BarakaAllaah, Aamiin.
TEKS BIOGRAFI DAN ANALISIS
Emansipasi wanita sebuah pandangan yang muncul ketika kita mendengar nama beliau, Ibu RA. Kartini. Sosok seorang pejuang wanita yang gigih untuk memperjuangkan kaumnya, yaitu kaum wanita yang ketika jaman beliau dulu wanita selalu dipandang sebagai kaum lemah yang tugasnya hanya bekerja di dapur dan mengurus rumah tangga. Tetapi berkat beliau kaum wanita bisa menunjukkan bahwa mereka juga adalah kaum yang menentukan, pantas untuk memimpin dan revolusioner. Berikut biografi Raden Adjeng Kartini.
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau
kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara.
Ia lahir 21 April pada tahun 1879 di kota Rembang. Ia adalah putri dari istri
pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari
Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur,
Jepara.
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong.
Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang
bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah
lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura.
Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara
menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari
kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya,
Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak
Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai
usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere
School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah
usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai
belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal
dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya.
Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan
berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan
pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial
yang rendah.
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang
diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang
diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan
dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche
Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di
De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja
dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini
menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak
hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum.
Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan
persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku
yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan
Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua
kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya
Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja,
roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman
anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata).
Semuanya berbahasa Belanda.
Keinginan
Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam
surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan
keinginan Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang
hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat
penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke
Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik
bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
Pada
pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan
studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya
Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah.
"...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan
kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin..." Padahal saat itu
pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini
dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
Saat
menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa.
Dia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan
tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan
bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami
tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan
sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini
dapat menulis sebuah buku.
Oleh
orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario
Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini
menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan
Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah
timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan
yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Anak pertama dan sekaligus
terakhirnya, RM Soesalit, lahir di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 13
September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal
pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu,
Rembang.
Setelah
Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang
pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu
diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah
Terang”. Berkat kegigihan Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh
Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta,
Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah
"Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van
Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Dan pada tanggal 2 Mei 1964 Presiden
Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964,
yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus
menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun
sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
TUGAS 1
Struktur Teks
|
Kalimat dalam Teks
|
Orientasi
|
Emansipasi wanita sebuah padangan yang muncul ketika kita mendengar nama beliau Ibu RA. Kartini. Sosok seorang pejuang wanita yang gigih untuk memperjuangkan kaumnya, yaitu kaum wanita yang ketika jaman beliau dulu wanita selalu dipandang sebagai kaum lemah yang tugasnya hanya bekerja di dapur dan mengurus rumah tangga. Tapi berkat beliau kaum wanita bisa menunjukkan bahwa mereka juga adalah kaum yang menentukan, pantas untuk memimpin dan revolusioner.
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia lahir 21 April pada tahun 1879 di kota Rembang. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.
|
Urutan peristiwa kehidupan tokoh
TAHAP 1
|
Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit. Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
|
Urutan peristiwa kehidupan tokoh
TAHAP 2
|
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
|
Urutan peristiwa kehidupan tokoh
TAHAP 3
|
Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
|
Urutan peristiwa kehidupan tokoh
TAHAP 4
|
Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. "...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin..." Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku.
|
Urutan peristiwa kehidupan tokoh
TAHAP 5
|
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
|
Urutan peristiwa kehidupan tokoh
TAHAP 6
|
Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Berkat kegigihan Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Pada tanggal 2 Mei 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
|
TUGAS 2
Pronomina dalam teks biografi R.A. Kartini
a) Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia lahir 21 April pada tahun 1879 di kota Rembang . Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
b) Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun.
c) Emansipasi wanita sebuah pandangan yang muncul ketika kita mendengar nama beliau, Ibu RA. Kartini.
d) Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Dia menjadi lebih toleran.
e) Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan.
f) buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
TUGAS 3
No.
|
Pengacuan
|
Hal yang Diacu
|
Pengacuan dalam Kalimat
|
1.
|
Raden Adjeng Kartini
|
Emansipasi wanita sebuah pandangan yang muncul ketika kita mendengar nama beliau Ibu R.A. Kartini.
|
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia lahir 21 April pada tahun 1879 di kota Rembang. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
|
2.
|
Bersekolah di ELS
|
Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School).
|
Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda.
|
3.
|
Keinginan Kartini melanjutkan studi ke Eropa
|
Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya.
|
Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
|
4.
|
Keinginan Kartini
|
Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku.
|
Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
|
5.
|
Wafatnya R.A. Kartini
|
Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
|
Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Berkat kegigihan Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Dan pada tanggal 2 Mei 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
|
Disusun oleh: Agasari Puspita ☺☺☺☺☺
TUGAS 4
No.
|
Peristiwa
|
Waktu
|
Tempat
|
1.
|
Lahir
|
21 April 1879
|
Kota Rembang
|
2.
|
Bersekolah di ELS
|
Sampai usia 12 tahun
|
Europese Lagere School
|
3.
|
Membatalkan niat untuk melanjutkan studi menjadi guru.
|
Pertengahan tahun 1903 saat berusia 24 tahun.
|
Betawi
|
4.
|
Kartini menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.
|
12 November 1903
|
Rembang
|
5.
|
Lahir anak pertama dan sekaligus terakhirnya.
|
13 September 1904
|
Rembang
|
6.
|
Kartini meninggal dunia.
|
17 September 1904
|
Dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang
|
7.
|
Didirikannya Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini
|
Tahun 1912
|
Di Semarang
|
8.
|
Kepres RI yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai Hari Kartini.
|
2 Mei 1964
|
Indonesia
|
TUGAS 5
Konjungsi dalam teks biografi
Konjungsi Koordinatif
1. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
2. Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa.
Konjungsi Korelatif
1. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku.
Konjungsi Subordinatif
1. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah.
2. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
3. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali.
4. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus.
5. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie.
TUGAS 6
KATA KERJA MATERIAL
No.
|
Kata Kerja Material
|
Contoh Kalimat
|
1.
|
Mendengar
|
Emansipasi wanita sebuah pandangan yang muncul ketika kita mendengar nama beliau, Ibu RA. Kartini.
|
2.
|
Menulis
|
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda.
|
3.
|
Membaca
|
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan).
|
4.
|
Melihat
|
Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
|
5.
|
Membuat
|
Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan.
|
6.
|
Mengutip
|
Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat.
|
7.
|
Membuka
|
Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
|
8.
|
Menikah
|
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M.
|
9.
|
Mengumpulkan
|
Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa.
|
TUGAS 7
KALIMAT SIMPLEKS
1) Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School).
2) Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda.
3) Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie.
4) Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan hokum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
5) Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903.
6) Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri.
XI-4 / 01/SMADA Madiun
TUGAS BAHASA INDONESIA.
Disusun oleh: Tata Puspita ☺☺☺☺☺
Langganan:
Postingan (Atom)
Blog Subscription
Search this blog
Pages
About Me
- Tata :)
Total Tayangan Halaman
Popular Posts
-
KERANGKA TEKS EKSPOSISI Tema : Pendidikan Topik : Pendidikan karakter tentang kejujuran Judul ...
-
Hamparan luas penuh harapan Hanya diri ini yang berdiri disini Hitungan detik yang menggema Hadir menyaksikan aku dalam dilema Akankah ...
-
Biografi Raden Ajeng Kartini Emansipasi wanita sebuah pandangan yang muncul ketika kita mendengar nama beliau, Ibu RA. Karti...
-
Skies are crying Langit menangis I am watching Kusaksikan Catching tear drops in my hands Kuraih tetes air mata di tanganku Only s...
-
TEORI PERKEMBANGAN BUMI Teori Kontraksi (Des Cartes) Menurut teori ini, Bumi telah mengalami pendinginan dalam ja...
-
Aku menunggumu, tapi entah dimana dirimu Aku mengagumimu, tapi rasa ini bisu Aku memikirkanmu, tapi kutak mengenalmu Hanya bayang dirimu...
-
Adakah yang salah dari aku Dan perkenalan kita yang mengalir begitu saja tanpa sengaja Kala itu aku berharap banyak tentangmu Dan tentang...
Labels
Syukur
Jangan lupa untuk selalu mensyukuri kehidupan dimulai dari hal-hal sekecil apapun, seperti bersyukur bisa bernafas, bisa mengedipkan mata, d...